FILOSOFI ILMU PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA BERBASIS MASYARAKAT.
Pada tahun 1994 UNCHS di Nairobi mendeklarasikan The New Planning Paradigm, yang pada intinya adalah bahwa dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan kota harus melalui/mempertimbangkan community-perticipation, involvement of all interest groups, horizontal and vertical coordination, sustainability, financial-feasibility, subsidiary and interaction of physical and economic planning. Penjabaran dari deklarasi dunia ini oleh masing-masing negara diadopsi dengan konsensus bahwa "masyarakat" lah yang menjadi target program-program publik. Siapa yang akan terpengaruh langsung oleh perencanaan pembangunan kota dan perencanaan pembangunan berhak memberikan share dalam keputusan-keputusan yang diterbitkan. Hal ini dilatar-belakangi kekurang-berhasilan system perencanaan nasional dan komprehensif yang penyusunannya didominasi pemerintah. Dalam perjalanan sejarah perencanaan pembangunan kota, wilayah dan kawasan, munculnya berbagai pendekatan dengan terminology baru seperti bottom-up planning, participatory planning, democratic planning, grass root planning, public involvement, collaborative planning, advocacy planning, dan sebagainya menunjukkan adanya kesamaan dalam hal filosofi dasar yaitu dalam suatu demokrasi anggota masyarakat harus memiliki kesempatan berperan serta di dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan masa depan mereka.
John Friedman (1987) memberikan definisi lebih luas mengenai planning sebagai upaya menjembatani pengetahuan ilmiah dan teknik (scientific and technical knowledge) kepada tindakan-tindakan dalam domain publik, menyangkut proses pengarahan social dan proses transformasi social. Dikaitkan dengan kelembagaan, system perencanaan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Perencanaan sebagai Social Reform. Dalam system perencanaan ini, peran Pemerintah sangat dominan, sifat perencanaan : centralized, for people, top-down, berjenjang dan dengan politik terbatas.
2. Perencanaan sebagai Policy Analysis. Dalam system perencanaan ini, Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka.
3. Perencanaan sebagai social learning. Dalam system perencanaan ini Pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Sifat perencanaan learning by doing, decentralized, by people, bottom-up, dan dengan politik terbuka.
4. Perencanaan sebagai social Transformation. Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideology 'kolektivisme komunitarian'.
Berdasarkan definisi luas planning yang dikemukakan oleh John Friedman dapat disimpulkan bahwa filosofi peran serta masyarakat dalam perencanaan mengalami suatu pergeseran, dari for people sebagai sifat perencanaan social reform menjadi by people sebagai sifat perencanaan dalam social learning.
Ada dua rational kunci bagi peran serta masyarakat, yaitu :
1. Etika, yaitu bahwa di dalam masyarakat demokratik, mereka yang kehidupan, lingkungan dan penghidupannya dipertaruhkan sudah seharusnya dikonsultasikan dan dilibatkan dalam keputusan-keputusan yang akan mempengaruhi mereka secara langsung.
2. Pragmatis, yaitu atas program dan kebijakan seringkali tergantung kepada kesediaan orang membantu kesuksesan program atau kebijakan tersebut.
Peran serta dalam hal ini diterjemahkan dan asal kata participation, yang diantaranya mempertimbangkan pendapat, mengartikan secara singkat bahwa partisipasi itu adalah take a part atau ikut serta. Peran serta masyarakat dengan keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan (dalam perencanaan) atau pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut di Inggris/Britania Raya lebih populer dengan istilah public participation, sedangkan di Amerika Serikat disebut dengan citizen participation, namun keduanya mengandung makna yang sama. Citizen participation didefinisikan sebagai proses yang memberikan peluang bagi masyarakat (citizens). Oleh karena itu, suatu peran serta memer;ukan kesediaan kedua belah pihak dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Adapun tujuan peran serta masyarakat yang ingin dicapai, pada prinsipnya harus pula dikondisikan suatu situasi dimana timbul keinginan masyarakat untuk berperan serta. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan peran serta masyarakat itu sediri. Pengkondisian tersebut harus mengarah kepada timbulnya peran serta bebas dan mengeliminir sebanyak mungkin peran serta terpaksa'. Peran serta bebas terjadi bila seorang individu melibatkan dirinya secara sukarela di dalam suatu kegiatan partisipatif tertentu, walaupun dalam klarifikasi ini masih dapat dibagi ke dalam :
- Peran serta spontan (keyakinan sendiri kehendak murni tanpa melalui penyuluhan/ajakan), dan
- Peran serta masyarakat terbujuk.
Peran serta terpaksa, dilakukan karena dua hal yaitu terpaksa oleh hukum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang mewajibkannya, dan terpaksa oleh tekanan situasi dan kondisi sosial ekonomi. Peran serta masyarakat memiliki keuntungan sosial, politik, planning dan keuntungan lainnya, yaitu :
• Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan populasi perkotaan yang cenderung individualistik, tidak punya komitmen dan dalam kasus yang ekstrim teralienasi. Di dalam proses partisipasi ini, secara simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerja sama dan keterlibatan. Pada kasus kelompok miskin dan lemah, partisipasi dapat berkontribusi ke proses peningkatan, pendidikan, dan pelatihan sebagai penyatuan (integrasi) ke dalam komunitas yang lebih luas yang di dalamnya rasa ketidakberdayaan (powelessness) dapat ditanggulangi dan swadaya (self-help) dan pembangunan kepemimpinan dapat dipromosikan.
• Dari segi politik, partisipasi lebih mempromosikan participatory dibanding demokrasi perwakilan (representative democracy) sebagai hak demokrasi dan setiap orang dan dengan demikian publik secara umum, untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik juga akan membantu dewan (counsellors) dan para pembuat keputusan lainnya untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai permintaan-permintaan dan aspirasi konstituen mereka atau semua pihak yang akan terpengaruh, dan sensitivitas pembuatan keputusan dapat dimaksimalkan jika ditangani secara tepat.
• Dan segi planning partisipasi menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan.
• Keuntungan lain dan public participation adalah kemungkinan tercapainya hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota dan menggantikan perilaku they/we menjadi perilaku us.
Banyak faktor yang menjadi hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam perencanaan. Peran serta masyarakat dalam sistem perencanaan dihadapkan pada berbagai persoalan, baik pada level negara bagian maupun lokal. Hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam penataan ruang (Donald Perlgut) yaitu :
1. Partisipasi dalam proses perencanaan lokal umumnya dimulai sangat terlambat, yaitu setelah rencana (the real planning directions) telah selesai disusun, sehingga masyarakat akhirnya hanya mempertanyakan hal-hal bersifat detail.
2. Partisipasi komunitas yang sungguh-sungguh sangat sedikit apalagi mengenai isu-isu besar seperti pertumbuhan dan pembangunan kota.
3. Ketika partisipasi tersebut benar-benar diinginkan, terlalu sedikit masyarakat yang terorganisasi atau yang terstruktur secara mapan yang efektif mengajukan masukan dan komunitas.
4. Pemerintah negara bagian maupun pemerintah lokal (kota), jika memang ingin, mampu menghindari peran serta masyarakat, dengan membuat keputusan-keputusan secara rahasia atau dengan menyediakan waktu yang tidak memadai untuk public discussion. Bahkan dengan peraturan (legislation) yang baik seperti di New South Wales, Environmental Planning and Assessment (EPA) Act (1979) dapat diabaikan atau dielakkan oleh peraturan baru.
5. Secara umum, komunitas tidak memiliki sumberdaya yang baik dalam hal waktu, keahlian atau ruang untuk membuat aspirasinya didengar secara efektif.
Pada tahun 1994 UNCHS di Nairobi mendeklarasikan The New Planning Paradigm, yang pada intinya adalah bahwa dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan kota harus melalui/mempertimbangkan community-perticipation, involvement of all interest groups, horizontal and vertical coordination, sustainability, financial-feasibility, subsidiary and interaction of physical and economic planning. Penjabaran dari deklarasi dunia ini oleh masing-masing negara diadopsi dengan konsensus bahwa "masyarakat" lah yang menjadi target program-program publik. Siapa yang akan terpengaruh langsung oleh perencanaan pembangunan kota dan perencanaan pembangunan berhak memberikan share dalam keputusan-keputusan yang diterbitkan. Hal ini dilatar-belakangi kekurang-berhasilan system perencanaan nasional dan komprehensif yang penyusunannya didominasi pemerintah. Dalam perjalanan sejarah perencanaan pembangunan kota, wilayah dan kawasan, munculnya berbagai pendekatan dengan terminology baru seperti bottom-up planning, participatory planning, democratic planning, grass root planning, public involvement, collaborative planning, advocacy planning, dan sebagainya menunjukkan adanya kesamaan dalam hal filosofi dasar yaitu dalam suatu demokrasi anggota masyarakat harus memiliki kesempatan berperan serta di dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan masa depan mereka.
John Friedman (1987) memberikan definisi lebih luas mengenai planning sebagai upaya menjembatani pengetahuan ilmiah dan teknik (scientific and technical knowledge) kepada tindakan-tindakan dalam domain publik, menyangkut proses pengarahan social dan proses transformasi social. Dikaitkan dengan kelembagaan, system perencanaan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Perencanaan sebagai Social Reform. Dalam system perencanaan ini, peran Pemerintah sangat dominan, sifat perencanaan : centralized, for people, top-down, berjenjang dan dengan politik terbatas.
2. Perencanaan sebagai Policy Analysis. Dalam system perencanaan ini, Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka.
3. Perencanaan sebagai social learning. Dalam system perencanaan ini Pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Sifat perencanaan learning by doing, decentralized, by people, bottom-up, dan dengan politik terbuka.
4. Perencanaan sebagai social Transformation. Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideology 'kolektivisme komunitarian'.
Berdasarkan definisi luas planning yang dikemukakan oleh John Friedman dapat disimpulkan bahwa filosofi peran serta masyarakat dalam perencanaan mengalami suatu pergeseran, dari for people sebagai sifat perencanaan social reform menjadi by people sebagai sifat perencanaan dalam social learning.
Ada dua rational kunci bagi peran serta masyarakat, yaitu :
1. Etika, yaitu bahwa di dalam masyarakat demokratik, mereka yang kehidupan, lingkungan dan penghidupannya dipertaruhkan sudah seharusnya dikonsultasikan dan dilibatkan dalam keputusan-keputusan yang akan mempengaruhi mereka secara langsung.
2. Pragmatis, yaitu atas program dan kebijakan seringkali tergantung kepada kesediaan orang membantu kesuksesan program atau kebijakan tersebut.
Peran serta dalam hal ini diterjemahkan dan asal kata participation, yang diantaranya mempertimbangkan pendapat, mengartikan secara singkat bahwa partisipasi itu adalah take a part atau ikut serta. Peran serta masyarakat dengan keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan (dalam perencanaan) atau pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat. Peran serta masyarakat tersebut di Inggris/Britania Raya lebih populer dengan istilah public participation, sedangkan di Amerika Serikat disebut dengan citizen participation, namun keduanya mengandung makna yang sama. Citizen participation didefinisikan sebagai proses yang memberikan peluang bagi masyarakat (citizens). Oleh karena itu, suatu peran serta memer;ukan kesediaan kedua belah pihak dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Adapun tujuan peran serta masyarakat yang ingin dicapai, pada prinsipnya harus pula dikondisikan suatu situasi dimana timbul keinginan masyarakat untuk berperan serta. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan peran serta masyarakat itu sediri. Pengkondisian tersebut harus mengarah kepada timbulnya peran serta bebas dan mengeliminir sebanyak mungkin peran serta terpaksa'. Peran serta bebas terjadi bila seorang individu melibatkan dirinya secara sukarela di dalam suatu kegiatan partisipatif tertentu, walaupun dalam klarifikasi ini masih dapat dibagi ke dalam :
- Peran serta spontan (keyakinan sendiri kehendak murni tanpa melalui penyuluhan/ajakan), dan
- Peran serta masyarakat terbujuk.
Peran serta terpaksa, dilakukan karena dua hal yaitu terpaksa oleh hukum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang mewajibkannya, dan terpaksa oleh tekanan situasi dan kondisi sosial ekonomi. Peran serta masyarakat memiliki keuntungan sosial, politik, planning dan keuntungan lainnya, yaitu :
• Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan populasi perkotaan yang cenderung individualistik, tidak punya komitmen dan dalam kasus yang ekstrim teralienasi. Di dalam proses partisipasi ini, secara simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerja sama dan keterlibatan. Pada kasus kelompok miskin dan lemah, partisipasi dapat berkontribusi ke proses peningkatan, pendidikan, dan pelatihan sebagai penyatuan (integrasi) ke dalam komunitas yang lebih luas yang di dalamnya rasa ketidakberdayaan (powelessness) dapat ditanggulangi dan swadaya (self-help) dan pembangunan kepemimpinan dapat dipromosikan.
• Dari segi politik, partisipasi lebih mempromosikan participatory dibanding demokrasi perwakilan (representative democracy) sebagai hak demokrasi dan setiap orang dan dengan demikian publik secara umum, untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik juga akan membantu dewan (counsellors) dan para pembuat keputusan lainnya untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai permintaan-permintaan dan aspirasi konstituen mereka atau semua pihak yang akan terpengaruh, dan sensitivitas pembuatan keputusan dapat dimaksimalkan jika ditangani secara tepat.
• Dan segi planning partisipasi menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan.
• Keuntungan lain dan public participation adalah kemungkinan tercapainya hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota dan menggantikan perilaku they/we menjadi perilaku us.
Banyak faktor yang menjadi hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam perencanaan. Peran serta masyarakat dalam sistem perencanaan dihadapkan pada berbagai persoalan, baik pada level negara bagian maupun lokal. Hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam penataan ruang (Donald Perlgut) yaitu :
1. Partisipasi dalam proses perencanaan lokal umumnya dimulai sangat terlambat, yaitu setelah rencana (the real planning directions) telah selesai disusun, sehingga masyarakat akhirnya hanya mempertanyakan hal-hal bersifat detail.
2. Partisipasi komunitas yang sungguh-sungguh sangat sedikit apalagi mengenai isu-isu besar seperti pertumbuhan dan pembangunan kota.
3. Ketika partisipasi tersebut benar-benar diinginkan, terlalu sedikit masyarakat yang terorganisasi atau yang terstruktur secara mapan yang efektif mengajukan masukan dan komunitas.
4. Pemerintah negara bagian maupun pemerintah lokal (kota), jika memang ingin, mampu menghindari peran serta masyarakat, dengan membuat keputusan-keputusan secara rahasia atau dengan menyediakan waktu yang tidak memadai untuk public discussion. Bahkan dengan peraturan (legislation) yang baik seperti di New South Wales, Environmental Planning and Assessment (EPA) Act (1979) dapat diabaikan atau dielakkan oleh peraturan baru.
5. Secara umum, komunitas tidak memiliki sumberdaya yang baik dalam hal waktu, keahlian atau ruang untuk membuat aspirasinya didengar secara efektif.
No comments:
Post a Comment